
Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengguncang dinamika perdagangan global dengan menyatakan bahwa ia tengah mempertimbangkan pengecualian sementara terhadap tarif impor sektor otomotif. Langkah ini bertujuan memberi waktu bagi industri tersebut untuk menyesuaikan rantai pasok mereka dari luar ke dalam negeri.
Pernyataan tersebut disampaikan Trump pada Senin (14/4/2025)) di hadapan wartawan di Ruang Oval, Gedung Putih.
“Saya sedang melihat sesuatu untuk membantu beberapa perusahaan mobil,” ujarnya, dilansir The Associated Press. “Mereka butuh waktu sedikit karena mereka akan membuat mobil-mobil itu di sini, tapi mereka butuh waktu. Jadi saya sedang bicara soal hal-hal seperti itu.”
Trump menyoroti kebutuhan produsen otomotif untuk memindahkan produksi dari negara-negara seperti Kanada dan Meksiko ke Amerika Serikat. Ia menyiratkan bahwa pengecualian tarif ini akan menjadi bentuk dukungan agar transisi tersebut berjalan mulus.
Respons Industri Otomotif
Respon positif datang dari kalangan industri otomotif. Matt Blunt, Presiden American Automotive Policy Council-organisasi yang mewakili Ford, General Motors, dan Stellantis-mengatakan bahwa asosiasinya sepakat dengan tujuan Trump untuk memperkuat produksi dalam negeri.
“Ada kesadaran yang makin meningkat bahwa tarif luas terhadap suku cadang dapat merusak tujuan bersama kita untuk membangun industri otomotif Amerika yang berkembang,” ujar Blunt. “Transisi rantai pasok ini akan membutuhkan waktu.”
Namun, pernyataan tersebut juga menandai potensi pembalikan arah kebijakan tarif yang telah sebelumnya diumumkan sebagai permanen. Ketika mengumumkan tarif impor otomotif sebesar 25% pada 27 Maret lalu, Trump menegaskan bahwa langkah itu “bersifat permanen.” Kini, ketegasan tersebut mulai memudar seiring Trump berusaha meredam dampak ekonomi dan politik dari kebijakan proteksionisnya.
Langkah Trump yang fluktuatif telah menciptakan kebingungan dan ketidakpastian di pasar. Meski indeks saham S&P 500 naik 0,8% pada Senin, indeks tersebut masih tercatat turun hampir 8% sepanjang tahun ini. Sementara itu, suku bunga obligasi AS tenor 10 tahun melonjak hingga 4,4%.
“Saya mungkin harus dipasangi penyangga leher,” ujar Carl Tannenbaum, Kepala Ekonom dari Northern Trust, dalam analisanya. Ia menyoroti gejolak kebijakan yang dinilai menciptakan “kerusakan yang mungkin sudah tidak bisa dipulihkan terhadap kepercayaan konsumen, pelaku usaha, dan pasar.”
Contoh lain dari ketidakkonsistenan itu adalah keputusan Trump minggu lalu untuk menurunkan tarif umum terhadap puluhan negara dari 25% menjadi 10% selama 90 hari guna membuka ruang negosiasi. Pada saat bersamaan, tarif terhadap barang-barang impor dari China justru dinaikkan hingga 145%, hanya untuk kemudian diberi pengecualian sementara pada produk elektronik tertentu, termasuk ponsel.
“Saya tidak mengubah pikiran saya, tapi saya fleksibel,” kata Trump dengan nada khasnya.
Angin Segar untuk Apple
Trump juga menyebutkan bahwa ia baru saja berbicara dengan CEO Apple, Tim Cook, dan telah “membantu” perusahaan tersebut. Banyak produk Apple, termasuk iPhone, dirakit di China, dan sempat menjadi target kebijakan tarif Trump.
Meski pengecualian tarif elektronik masih bersifat sementara, hal ini memberi waktu bagi Apple untuk mengatur strategi guna meminimalkan dampak perang dagang terhadap penjualan iPhone di AS. Saham Apple naik 2% pada Senin, walau sempat menguat hingga 7% sebelum kembali melemah karena kekhawatiran pasar atas potensi tarif lanjutan.
Analis dari Wedbush Securities, Dan Ives, menilai posisi Apple kini lebih baik dibandingkan pekan lalu, namun tetap belum pasti.
“Masih ada ketidakpastian besar, kekacauan, dan kebingungan soal langkah selanjutnya.”
Apple disebut-sebut tengah mempertimbangkan opsi untuk mengalihkan lebih banyak produksi iPhone dari China ke India-langkah yang mulai dijajaki sejak perang dagang Trump di periode pertamanya sebagai presiden.