Polisi Prancis tahan 675 demonstran aksi tolak anggaran negara

Pemerintah Prancis telah menahan 675 orang, termasuk 280 orang di Paris, menyusul demonstrasi “Bloquons Tout” (Blokir Semuanya) untuk menolak reformasi anggaran negara, demikian laporan televisi Prancis BFM TV pada Kamis (11/9).

Menurut Kementerian Dalam Negeri Prancis, 549 orang ditangkap polisi menyusul sejumlah insiden yang terjadi pada Rabu (10/9) hingga Kamis.

Kepala kepolisian Paris Laurent Nunez mengatakan bahwa penahanan kembali terjadi usai bentrokan di ibu kota Prancis, terutama di Place des Fetes.

“Pagi ini kami menangkap 280 orang, termasuk sejumlah besar yang sudah ada dalam tahanan polisi,” kata Nunez kepada media CNews-Europe 1, sembari menambahkan bahwa 164 orang masih ditahan hingga Kamis pagi.

Nunez menyatakan demonstrasi tersebut sebagai sebuah “kegagalan” karena pemblokiran tak terjadi, meski tidak sedikit upaya memblokir jalan dilakukan.

Pihaknya mencatat sekurangnya 10 upaya pemblokiran jalan lingkar Paris yang gagal, penyerbuan stasiun kereta Gare du Nord yang juga gagal, serta adanya aksi sporadis di sekolah menegah dan terminal bus.

Ketua Senat Prancis Gerard Larcher, kepada media BFMTV-RMC, juga menyebut demonstrasi tersebut “gagal”.

Meski demikian, unjuk rasa berskala kecil masih berlangsung hingga Kamis, begitu juga dengan adanya blokade di Nantes dan Universitas Sciences Po di Paris yang segera dicegah pihak kepolisian.

Nunez menegaskan bahwa pihaknya akan mempertahankan “tekad yang sama, kewaspadaan yang sama, dan doktrin yang sama” dalam mencegah blokade terjadi dalam beberapa hari ke depan.

Sementara itu, sejumlah serikat pekerja telah menyerukan gelombang baru demonstrasi di seantero Prancis, termasuk unjuk rasa di Paris, pada 18 September.

Rute protes tersebut masih belum dipastikan karena kepolisian belum menyetujui titik akhir unjuk rasa yang diajukan.

Protes oleh gerakan akar rumput yang dimulai di media sosial ini menyerukan warga untuk “memblokade semuanya” pada 10 September demi menghentikan semua kegiatan di Prancis sebagai bentuk protes terhadap rencana APBN yang diajukan Francois Bayrou saat menjadi perdana menteri.

Gerakan tersebut diinisiasi oleh sebuah kelompok daring kecil “Les Essentiels” yang menyerukan supaya “pada tanggal 10, kita blokade semuanya, bukan untuk kabur, untuk berkata tidak”. Gerakan ini mendapat momentum usai partai kiri-ekstrem La France Insoumise (LFI) menyatakan dukungannya.

Organisasi serikat buruh Prancis juga menyerukan mobilisasi massa pada 18 September mendatang untuk menolak usulan APBN Bayrou.

Ketegangan politik semakin membuncah di Prancis usai Francois Bayrou gagal mempertahankan pemerintahannya akibat kalah dalam mosi percaya di Majelis Nasional Prancis pada Senin (8/9).

Bayrou, yang telah mengajukan kerangka anggaran negara sejak Juli lalu, berupaya menggaet dukungan terhadap rencana penghematan anggaran hingga 44 miliar euro demi menekan utang negara yang saat ini mencapai 113 persen dari pendapatan domestik bruto nasional.

Presiden Emmanuel Macron kemudian menunjuk menteri pertahanan Sebastien Lecornu sebagai perdana menteri baru pada Selasa (9/9).

Lecornu ditugaskan untuk berkonsultasi dengan partai-partai politik sebelum membentuk pemerintahannya.

Prancis saat ini menghadapi defisit anggaran sebesar 5,8 persen, salah satu yang tertinggi di Uni Eropa.

Negosiasi APBN telah menjadi sumber utama ketegangan antara faksi politik di Prancis.

Kegagalan meraih kesepakatan dalam APBN 2025 menyebabkan ambruknya pemerintahan Michel Barnier Desember lalu setelah baik partai sayap kanan maupun kiri sepakat mendukung mosi tidak percaya.

link slot gacor hari ini