Anak Buah Airlangga Beberkan Hasil Uji B40, Ungkap Rencana B50-B100

Deputi II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera dalam Seminar Rumah Sawit Indonesia di Jakarta, Senin (18/11/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Dalam komitmen mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 mendatang, pemerintah terus mendorong akselerasi penggunaan energi terbarukan berbasis kelapa sawit. Setelah sukses menerapkan program Biodiesel B35, kini pengujian teknis B40 menunjukkan hasil yang menjanjikan. Dalam rencana jangka panjang, pemerintah bahkan mengincar penerapan biodiesel hingga B50 dan B100.

Deputi II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera menyatakan implementasi B40 hampir siap dilaksanakan setelah melalui berbagai tahap evaluasi teknis.

“Penyiapan B40 sudah bisa dibilang final. Hasil eksplorasi sisi teknikal juga uji jalan B40, road test-nya sudah bisa menempuh 40-50 ribu kilometer, berarti kita bisa terbilang relatif aman untuk kendaraan,” kata Dida dalam Seminar Rumah Sawit Indonesia di Jakarta, Senin (18/11/2024).

Program mandatori B40 dijadwalkan mulai berlaku pada 2025, dengan target penyaluran mencapai 16,08 juta kiloliter. Kebijakan ini tidak hanya berkontribusi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga jutaan ton CO2, tetapi juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

“Melalui kebijakan mandatori B35 saja, pemerintah dapat melakukan penghematan devisa sekitar Rp139,9 triliun. Selain itu kebijakan mandatori B35 juga berkontribusi dalam penurunan emisi GRK sebesar 32,6 juta ton CO2,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah memperkirakan dana sebesar Rp37,5 triliun yang berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan mencukupi untuk mendukung implementasi B40.

Lebih lanjut, meski uji teknis B40 menunjukkan hasil positif, penerapan biodiesel hingga B50 dan B100, kata Dida, masih memerlukan kajian lebih mendalam, baik dari aspek teknis maupun ekonomi.

“Tentu untuk B50 atau sampai nanti B100, itu perlu kajian teknis, dan juga analisis dari sisi keuangannya,” ucap Dida.

Adapun untuk penyiapan pelaksanaan kebijakan mandatori B40 dimaksud, pemerintah telah melakukan sejumlah hal. Pertama, mengevaluasi atas kapasitas terpasang dan kemampuan produksi Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) Biodiesel.

Kedua, evaluasi atas kesiapan dan daya dukung infrastruktur, antara lain ketersediaan moda angkut dan spesifikasi kapal, serta fasilitas Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM), Pump Rate Kapal, dan evaluasi kondisi sarana dan prasarana eksisting.

Ketiga, melakukan evaluasi dari sisi teknikal dan hasil road test B40 yang menempuh jarak sekitar 40.000 – 50.000 km.

“Pemerintah mencanangkan bahwa transisi energi terbarukan berbasis kelapa sawit ini tidak hanya berhenti sampai B40, tetapi akan terus berlanjut B50 dan seterusnya. Implementasi kebijakan tersebut berpotensi akan berdampak terhadap pasokan pemenuhan kebutuhan CPO yang diolah menjadi produk pangan, oleokimia, dan lain-lain,” kata Dida.

Sejalan dengan itu, Dida menyoroti pentingnya peningkatan produktivitas kelapa sawit untuk menjaga keseimbangan pasokan. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah adalah melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Selama periode 2016 hingga Oktober 2024, pemerintah telah menyalurkan Dana PSR sebesar Rp9,85 Triliun kepada 158 ribu pekebun dengan total luas lahan 357 ribu Ha.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*