
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar), menyebutkan kondisi hari tanpa hujan selama 60 hari di sejumlah wilayah di Sumbar masih tergolong kategori wajar.
“Memang saat ini puncak musim kemarau, jadi wajar kalau terjadi penurunan curah hujan yang signifikan termasuk jika hari tanpa hujan sampai 60 hari,” kata Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau Desindra Deddy Kurniawan di Padang Pariaman, Jumat.
Berdasarkan analisa BMKG, secara umum musim kemarau di Sumbar terjadi sejak Mei dan diprediksi akan terus berlangsung hingga September. Namun, puncak kemarau di provinsi ini diperkirakan terjadi pada Juli 2025.
Ia menjelaskan penyebab terjadinya hari tanpa hujan hingga 60 hari kalender di beberapa kabupaten dan kota karena adanya tipe satu dan tipe dua dalam iklim ekuatorial yang dimiliki daerah tersebut.
Untuk ekuatorial tipe satu merupakan wilayah yang tidak mengenal musim kemarau, sedangkan tipe dua melalui musim kemarau yakni wilayah sebelah tengah dan barat Sumbar termasuk Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Solok, Kabupaten Sijunjung, dan Kabupaten Dharmasraya.
“Memang kalau dipetakan lagi, Sumbar secara geografis terletak di ekuatorial sehingga pola cuaca dan iklimnya berbeda dengan wilayah yang lainnya,” ujar dia.
Kondisi tersebut menyebabkan sejumlah wilayah mengalami hari tanpa hujan dengan kategori panjang, bahkan mendekati ekstrem yakni melebihi 60 hari seperti yang terjadi di Kabupaten Solok.
Di sisi lain, terdapat pula wilayah-wilayah yang hari tanpa hujannya tergolong pendek, bahkan masih tetap mengalami hujan terus menerus contohnya Kota Padang. Untuk daerah dengan hari tanpa hujan di atas 60 hari itu berarti sudah kering sekali dan dapat memicu adanya hotspot atau titik panas sehingga menjadi target utama untuk dilakukan operasi modifikasi cuaca.