China kembali meluncurkan stimulus jumbo untuk membantu ekonomi mereka yang belum juga bangkit usai pandemi Covid-19.
Bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC), Selasa (24/9/2024), berencana memberikan stimulus moneter dan dukungan bagi pasar properti di China. Ini langkah baru pemerintah China untuk menghidupkan kembali ekonomi yang masih tertekan deflasi.
Gubernur PBoC, Pan Gongsheng bersama pejabat regulator keuangan lainnya mengatakan, bank sentral akan memangkas jumlah uang tunai yang harus dimiliki bank sebagai cadangan. Rasio persyaratan cadangan alias giro wajib minimum dipangkas 50 basis poin (bps).
Perlambatan Ekonomi China
Dikutip dari CNBC International, setelah pemulihan yang mengecewakan tahun lalu dari pandemi Covid-19, ekonomi terbesar kedua di dunia ini tetap berada di bawah tekanan akibat penurunan sektor real estate dan kepercayaan konsumen yang lesu. Data resmi dalam dua bulan terakhir juga menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat di sektor manufaktur.
Goldman Sachs awal bulan ini bergabung dengan lembaga lainnya dalam memangkas proyeksi pertumbuhan tahunan untuk China, menguranginya dari 4,9% menjadi 4,7%. Penurunan ini mencerminkan rilis data terbaru dan dampak kebijakan fiskal yang tertunda dibandingkan dengan ekspektasi sebelumnya, menurut catatan analis pada 15 September.
Sebagai informasi, pertumbuhan PDB China pada kuartal II-2024 tercatat sebesar 4,7% year on year/yoy. Investasi di bidang infrastruktur dan manufaktur memperlambat laju pertumbuhan mereka secara year-to-date (ytd) pada bulan Juni dibandingkan bulan Mei. Sementara investasi real estate juga menurun pada tingkat yang sama sebesar 10,1%.
“Kami percaya risiko bahwa China akan gagal mencapai target pertumbuhan PDB tahunan ‘sekitar 5%’ semakin meningkat, sehingga urgensi untuk lebih banyak langkah pelonggaran sisi permintaan juga meningkat,” kata para analis Goldman.
Beijing sudah menggelontorkan sejumlah stimulus untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi mulai dari pemangkasan bunga pinjaman (loan prime rate) sampai pembelian obligasi.
Pada awal tahun lalu, China meluncurkan kebijakan penerbitan stimulus jumbo melalui obligasi spesial “ultra long” senilai satu triliun yuan atau US$ 139 miliar.
Sebelumnya, pada 2020 lalu Tiongkok sudah memanfaatkan obligasi spesial dengan nilai yang sama guna membantu perekonomian bangkit dari dampak Pandemi Covid-19. Hanya saja, dampaknya belum terlalu kelihatan signifikan pandemi sudah kian mereda.
Pada akhir Juli 2024 mengumumkan rencana yang lebih terarah untuk meningkatkan konsumsi melalui subsidi untuk tukar tambah, termasuk upgrade peralatan besar seperti elevator.
Namun, beberapa bisnis menyatakan bahwa langkah-langkah tersebut belum memberikan dampak yang berarti. Penjualan ritel naik 2,1% pada Agustus 2024 (year on year/yoy) menjadi salah satu tingkat pertumbuhan terendah sejak pemulihan pasca-pandemi.
Dalam dua tahun terakhir, China juga telah memperkenalkan beberapa langkah bertahap untuk mendukung sektor real estate, yang dulunya menyumbang lebih dari seperempat ekonomi China. Namun, penurunan di sektor properti tetap berlanjut, dengan investasi terkait turun lebih dari 10% selama delapan bulan pertama tahun ini.
“Masalah utama yang dihadapi adalah pasar properti,” kata Xu Gao, kepala ekonom di Bank of China International yang berbasis di Beijing. Ia menyampaikan pernyataan ini dalam sebuah acara minggu lalu yang diorganisir oleh Center for China and Globalization, sebuah lembaga pemikir yang berbasis di Beijing.
Xu menjelaskan bahwa meskipun permintaan dari konsumen China ada, mereka enggan membeli properti karena risiko bahwa rumah yang dibeli tidak dapat diserahkan.
Apartemen di China biasanya dijual sebelum selesai dibangun. Nomura memperkirakan pada akhir 2023 bahwa sekitar 20 juta unit yang telah terjual sebelumnya masih belum selesai. Pembeli rumah dari salah satu proyek tersebut mengatakan kepada CNBC lebih awal tahun ini bahwa mereka telah menunggu selama delapan tahun untuk mendapatkan rumah mereka.
Untuk memulihkan kepercayaan dan menstabilkan pasar properti, Xu menyarankan agar para pembuat kebijakan memberikan bantuan kepada pemilik properti.
Tiga Stimulus China: Properti, Pasar Saham, dan Bank
Dikutip dari Reuters, paket dukungan untuk pasar properti yang diumumkan Selasa kemarin (25/9/2024) mencakup pengurangan suku bunga rata-rata sebesar 50 bps untuk hipotek yang ada, menurunkan biaya pinjaman pada hipotek hingga US$5,3 triliun, serta pemotongan persyaratan uang muka minimum menjadi 15% (sebelumnya 25%) untuk semua jenis rumah.
PBoC juga memperkenalkan dua alat baru untuk mendukung pasar modal. Yang pertama adalah program swap senilai awal CNY 500 miliar, yang memungkinkan dana, perusahaan asuransi, dan broker mengakses pendanaan dengan lebih mudah untuk membeli saham.
Kedua menyediakan hingga CNY 300 miliar dalam pinjaman murah dari PBoC kepada bank-bank komersial untuk membantu mereka mendanai pembelian saham dan pembelian kembali oleh entitas lain.
Stimulus terhadap pasar saham ini menghasilkan lonjakan pada indeks saham China (SSE Composite Index) yang melesat 4,15% pada penutupan perdagangan kemarin dan hari ini sempat terbang 3,12%.