Beberapa waktu lalu Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Suswono, berkelakar memberi saran agar janda kaya raya menikahi pria pengangguran. Dalihnya supaya angka kesejahteraan di Jakarta meningkat.
Terlepas dari kontroversi yang ada, sejarah mengungkap peristiwa janda kaya menikahi pengangguran pernah lazim terjadi di Jakarta. Hanya saja, kejadian tersebut terjadi pada ratusan tahun lalu tepatnya di era kekuasaan VOC.
Bagaimana Bisa?
Cerita bermula dari keberhasilan VOC menyulap Batavia (kini Jakarta) sebagai pusat ekonomi dan perdagangan, sehingga menjadi daya tarik banyak orang Belanda untuk mengubah nasib. Biasanya mereka mengincar pekerjaan sebagai pegawai VOC sebab memberikan penghasilan tinggi dan kebanggaan tak terkira.
Meski begitu, mereka kemudian tertampar realita bahwa kehidupan di Batavia tak semudah dibayangan. Persaingan ketat. Tangga kesuksesan sangat sulit untuk dinaiki. Meski sudah bekerja jenjang karier sulit digapai.
Pada akhirnya, tak sedikit para imigran dari Belanda hidup luntang-lantung alias nganggur di negeri orang. Mereka yang sudah kerja pun kariernya mentok.
Ketika para imigran pria sudah seperti ini ada satu cara tersisa agar bisa sukses, yakni melangsungkan pernikahan. Sejarawan Leonard Blusse dalam Strange Company: Chinese Settlers, Mestizo Women and Dutch in VOC Batavia (1986) menjelaskan, pernikahan terjadi dengan menargetkan para janda kaya di Batavia.
Sebagai catatan, para janda kaya mendapat harta melimpah dari warisan mendiang suami yang menjabat sebagai petinggi VOC. Warisan tersebut bukan hanya uang, tapi juga bisnis.
Semasa masih berstatus nyonya pegawai VOC, para perempuan memegang kendali bisnis sebab suaminya dilarang berbisnis atas nama pribadi. Dalam struktur kehidupan sosial masa VOC di Batavia, para janda juga dihormati dan dilindungi pemerintah bahkan diberi berbagai fasilitas oleh VOC.
Jean Gelman Taylor dalam The Social World of Batavia: Europeans and Eurasians in Colonial Indonesia (1983) menceritakan, para janda kerap mendapat tunjangan, budak gratis, diberi perhiasan mahal dan berbagai fasilitas menunjang gaya hidup mewah seperti akses penggunaan gratis villa milik VOC. Atas dasar ini, saat suaminya wafat, mereka memegang harta melimpah yang menjadi magnet bagi banyak pria.
Entah itu pria pengangguran atau pegawai yang kariernya mentok. Apalagi hukum VOC saat itu juga menyebut jika sang janda menikah lagi, maka suami baru berhak memiliki harta tersebut.
Tragisnya tak lama setelah suami masuk liang kubur, para janda sudah didekati oleh banyak pria. “Ketika nyonya ditinggal meninggal suami, mereka sudah menemukan kekasih pada minggu ke-4. Lalu, pada tiga bulan berikutnya mereka sudah menikah kembali,” tulis Leonard Blusse.
Singkatnya, dengan menikahi janda para pria berharap mendapat kunci masuk pembuka pintu kesuksesan. Jika berhasil menikah, maka pria sudah pasti dapat tempat terhormat dan limpahan kekayaan.
David van Lennep dan Cornelia van Nijenroode
Salah satu pria yang sukses menunaikan ambisi tersebut adalah David van Lennep. David adalah pegawai pengadilan yang sudah lama tinggal di Batavia.
Namun, kariernya mentok dan hidup dalam jeratan utang. Maka, sebagai solusi, dia memilih menikahi janda kaya dan berhasil mengalami perubahan hidup, menjadi lebih terhormat dan kaya raya.
Meski begitu, ada pula janda kaya yang bernasib apes. Namanya, Cornelia van Nijenroode. Pada 1675, dia menikahi John Bitter yang berprofesi sebagai pengacara.
Namun, pernikahan tersebut malah menjadi penyesalan Cornelia. Sebab, suami barunya malah mengambilalih semua harta warisan yang dimiliki Cornelia.
Ternyata, pernikahan hanya menjadi sarana Bitter memoroti harta Cornelia. Akibatnya, hidup Cornelia berakhir menderita. Sementara Bitter sukses kaya raya dari merebut harta istri barunya.