Kisah sukses pedagang bakso bangun jalan di kampung halaman

Kisah sukses pedagang bakso bangun jalan di kampung halaman

Suwadi atau akrab disapa Sam Ferry pemilik usaha Bakso Gunung Batam, berbincang bersama wartawan di salah satu gerainya di Kota Batam, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2025). ANTARA/Laily Rahmawaty/aa.

Akhir Desember 2024 nama Sam Ferry viral di media sosial.

Pria asal Desa Bale Asri, Malang, Jawa Timur, yang dikenal sebagai pemilik usaha Bakso Gunung di Kota Batam, Kepulauan Riau itu jadi perbincangan lantaran aksi sosialnya membangun jalan di kampung halaman.

Jalan sepanjang 1,5 km dan lebar enam meter yang dibangun secara bergotong-royong bergiliran oleh warga Dusun Segelan sejak 2017 itu didanai dari uang pribadi Sam Ferry. Setiap tahun pembangunan digesa, jalanan pun mulus seperti jalan tol sesuai harapan warga.

Tanpa mau menyebutkan nominal yang telah digelontorkannya untuk membiayai pembangunan jalan itu, Suwadi (52) nama lahirnya, masih akan melanjutkan pembangunan jalan di kampung halamannya hingga mencapai 5,5 km.

Sejak 2016 jalan itu rusak, belum beraspal. Warga pun kesulitan melintasi jalan tersebut.

Berangkat dari keprihatinan itulah yang membuat Sam Ferry terpanggil untuk memajukan kampung halaman yang sudah ditinggalkannya merantau sejak usai 16 tahun.

Sebenarnya, bukan hanya membangun jalan saja yang jadi sumbangsihnya. Bersama sang istri Sri Asmani (57), Suwadi atau Sam Ferry telah membangun masjid, lapangan sepak bola, dan fasilitas umum lainnya untuk kenyamanan desanya.

Karena kontribusinya terhadap pembangunan di desa, banyak warga di kampung menyarankannya mencalonkan diri sebagai bupati. Namun bukan itu yang jadi motivasi ayah tiga anak itu membangun fasilitas umum di tanah kelahirannya.

“Niatnya ibadah, lillahi ta’ala. Karena awalnya (niat) kemana saya menyalurkan sedekah saya,” kata Ferry saat ditemui di rumahnya di Batam, awal 2025.

Pekerja keras

Di mata Sri Asmani, perempuan asal Malang yang dinikahinya 30 tahun silam, sosok Ferry adalah laki-laki pekerja keras, fokus pada tujuan hidup dan berorientasi untuk terus mengembangkan usaha rintisannya dengan harapan anak-anaknya kelak dapat hidup lebih baik darinya.

Pencapaian Ferry saat ini diraih dengan kerja keras, cermat melihat peluang serta gigih menyisihkan penghasilan untuk ditabung dan dinvestasikan.

Total sudah delapan cabang Bakso Gunung didirikannya di Batam, tujuh ruko punya sendiri dan satu ruko sewa. Rencananya tahun ini akan buka lagi cabang ke sembilan di Sekupang dengan membeli ruko tanpa utang.

Ferry membangun usaha secara otodidak dengan bekal pendidikan formal lulus sekolah menengah pertama (SMP).

Usaha bakso dipilih karena kegemaran, dan kebetulan kampung halamannya terkenal dengan kuliner Bakso Malang.

Sejak usia 16 tahun memilih bekerja menafkahi diri, Ferry tak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA, lantaran tak punya biaya. Hidup sebagai anak petani miskin, tumbuh bersama enam saudara lainnya yang juga tak tamat SMA.

Karena tidak memiliki keterampilan, Ferry bekerja sebagai buruh cangkul di kampung halaman dengan upah Rp700 per hari. Pekerjaan itu dilakoninya selama beberapa bulan.

Ketika ada teman yang mengajaknya bekerja jualan bakso di Kuningan, Jawa Barat, Ferry hijrah dan memulai pekerjaan menjadi penjual bakso pikul. Ketika itu, dia sehari berjalan kaki keliling dari perumahan ke perumahan lain.

Pekerjaan menjual bakso pikul keliling kampung disukainya, karena sehari bisa menghasilkan Rp3.000 dari upah bagi hasil jualan.

Pendapatan ini empat kali lipat dari penghasilan sebelumnya sebagai buruh cangkul. Dia pun bertahan sampai enam bulan.

Hingga menjelang usia 20 tahun, Ferry mencoba kesempatan baru, yakni jualan bakso gerobak di Bali. Tepatnya di Jimbaran, selama dua tahun dia mendorong gerobak sejauh 4 km Jimbaran-Nusa Dua Bali, menjajakan bakso di komplek-komplek perumahan.

Sesuai prediksinya, pendapatan di Bali jauh lebih besar dibanding di Kuningan, Jawa Barat, sehari ia mampu mengumpulkan uang yang cukup hingga bisa menabung buat modal usaha.

“Di Bali kan banyak perantau juga, orang-orang Jawa juga banyak. Apalagi penjual bakso tak banyak di sana.” katanya antusias.

Merintis usaha

Selama berjualan, Ferry memperluas jaringan dan informasinya, yang terfikir adalah bagaimana membangun usaha bakso miliknya.

Dari pergaulan sesama perantau Jawa, Ferry muda mendengar informasi tentang Batam, kota industri yang memiliki kemitraan Sijori (Singapura, Johor dan Riau) tempat perdagangan bebas.

Kala itu ada yang bertanya padanya, apakah dia punya keterampilan, kalau ada lebih baik bekerja di Batam dengan penghasilan lumayan sebagai buruh pabrikan. Ferry sadar tak punya keterampilan, keahliannya cuma satu jualan bakso.

Informasi tentang Batam membuatnya tertarik untuk mencoba peruntungan memulai usaha bakso miliknya sendiri. Sembari mendengarkan berita dari radio tentang Sijori (Singapura-Johor dan Riau), Ferry yakin bisa membangun mimpi.

Tahun 1992 berangkatlah ia ke Batam, menggunakan jalur darat, dari Bali ke Merak-Bakauheni, hingga sampai Pekanbaru, lalu baik bus lagi ke Dumai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*