Kronologi Atlet Olimpiade yang Meninggal usai Dibakar Pacar

FILE -Rebecca Cheptegei, competes at the Discovery 10km road race in Kapchorwa, Uganda, Jan. 20, 2023. (AP Photo, File)
Foto: AP/

Atlet Olimpiade Uganda, Rebecca Cheptegei meninggal dunia setelah dirawat di rumah sakit. Tubuh atlet berusia 33 tahun itu terbakar 80 persen akibat serangan yang dilakukan pacarnya.

Melansir dari AP News, juru bicara Rumah Sakit Pendidikan dan Rujukan Moi di Kota Eldoret, Owen Menach mengatakan bahwa atlet lari jarak jauh itu meninggal pada Kamis (5/9/2024) dini hari waktu setempat setelah organ tubuhnya gagal berfungsi. Saat dirawat, Rebecca disebut telah dibius total.

Ayah Rebecca, Joseph Cheptegei mengungkapkan bahwa ia kehilangan seorang putri yang “sangat suportif” dan mengharapkan keadilan.

“Saat ini, penjahat yang melukai Rebecca adalah seorang pembunuh dan saya belum melihat apa yang dilakukan oleh petugas keamanan,” kata Joseph, dikutip Jumat (6/9/2024).

“Ia (pelaku) masih bebas dan bahkan mungkin melarikan diri,” sambungnya.

Kronologi Luka Bakar Rebecca

Komandan Polisi Daerah Trans Nzoia, Jeremiah oleh Kosiom mengatakan bahwa pacar Rebecca, Dickson Ndiema membeli sekaleng bensin, menyiram, dan membakar Rebecca saat keduanya tengah bertengkar pada Minggu (1/9/2024) lalu. Tak hanya Rebecca, Ndiema juga turut terbakar dan dirawat di rumah sakit yang sama.

Menurut Menach, Ndiema masih berada di unit perawatan intensif dengan luka bakar tubuh lebih dari 30 persen.

“Namun, kondisinya membaik dan stabil,” kata Menach.

Orang tua Rebecca mengatakan, atlet yang finis di posisi ke-44 Olimpiade itu membeli tanah di Trans Nzoia agar dekat dengan banyak pusat pelatihan atletik di Kenya. Sebuah laporan yang diajukan oleh kepala daerah setempat menyebut bahwa Rebecca dan Ndiema terdengar berkelahi sebelum serangan di tanah tempat rumah sang atlet dibangun.

Akibat peristiwa naas tersebut, Federasi Atletik Uganda; Presiden Komite Olimpiade Uganda, Donald Rukare; Presiden Komite Olimpiade Internasional, Thomas, Bach; Menteri Olahraga Kenya, Kipchumba Murkomen; hingga Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric mengungkapkan duka cita atas kepergian Rebecca.

“Kami sangat sedih mengumumkan berita meninggalnya atlet kami, Rebecca Cheptegei pada pagi ini. Ia secara tragis menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebagai federasi, kami mengutuk tindakan tersebut dan menyerukan keadilan. Semoga jiwanya beristirahat dalam damai,” tulis Federasi Atletik Uganda.

“Serangan itu adalah tindakan pengecut dan tidak masuk akal yang telah menyebabkan hilangnya seorang atlet hebat,” tulis Presiden Olimpiade Uganda, Donald Rukare.

Sementara itu, Menteri Olahraga Kenya, Kipchumpa Murkomen mengatakan bahwa pemerintah akan memastikan keadilan yang berpihak pada korban.

“Tragedi ini adalah pengingat yang jelas bahwa kita harus berbuat lebih banyak untuk memerangi kekerasan berbasis gender di tengah masyarakat kita yang dalam beberapa tahun terakhir telah menampakkan sisi buruknya di kalangan olahraga elit,” tulis Murkomen.

Seiring dengan pernyataan pihak lainnya, Ibu Negara Uganda, Janer Museveni pun menyebut kematian Rebecca akibat KDRT “sangat mengganggu”. Sedangkan, Presiden Komite Olimpiade Internasional Thomas Bach mengatakan bahwa keikutsertaan Rebecca dalam maraton wanita Olimpiade Paris 2024 merupakan sumber inspirasi, kebanggaan, dan kegembiraan.

Serupa dengan pihak lainnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut mengutuk keras kematian Rebecca. Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric menyebut bahwa dunia masih terjerat di bawah budaya patriarki.

“Kita masih hidup dalam budaya yang didominasi laki-laki sehingga membuat perempuan menjadi rentan dengan mengingkari kesetaraan martabat dan hak mereka,” ujar Dujarric.

Sebagai informasi, menurut data UN Women, seorang perempuan atau anak perempuan dibunuh oleh pasangan intim atau anggota keluarga di suatu tempat di dunia setiap rata-rata 11 menit.

Dujarric mengatakan, pengingkaran hak-hak perempuan membuat masyarakat kurang damai, ekonomi kurang sejahtera, dan dunia kurang adil.

Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan di Kenya telah memicu aksi unjuk rasa oleh warga biasa di kota-kota pada tahun ini.

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Kenya 2022, empat dari 10 perempuan atau sekitar 41 persen perempuan Kenya yang berpacaran atau menikah pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh pasangan mereka saat ini atau pasangan terakhir mereka,

https://extension.jp.net/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*