Rencana pabrikan tekstil China untuk masuk ke pasar dalam negeri belum terealisasi hingga kini. Kalangan pengusaha mengungkapkan bahwa penyebab masih enggannya investor datang karena perizinan yang tumpang tindih.
“Perizinan, amdalnya lama dan perizinan bertumpuk, Pusat daerah ada. Masing-masing (punya) peraturan,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ian Syarif kepada CNBC Indonesia, Selasa (25/3/2025).
Tidak singkronnya regulasi antara pemerintah daerah dan pusat membuat banyak investor utamanya dari luar enggan untuk menanamkan investasinya, apalagi ketidakpastian kapan perizinan tersebut bakal keluar.
Di sisi lain, pabrikan tekstil dalam negeri juga harus menghadapi situasi tidak mudah yakni impor barang jadi yang membanjiri pasar. Jika pasar dalam negerinya saja tidak menarik, maka investor luar bakal berpikir panjang untuk berinvestasi.
“Kepastian pasar kalau dalam negerinya banyak barang ilegal. Semua pabrik itu butuh fondasi, fondasinya skala produksi, skala produksi sedikit banyak disupport sana buying power dalam negeri,” sebut Ian.
Padahal sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim sebanyak 15 investor di sektor tekstil yang merupakan industri padat karya di China berencana melakukan relokasi pabriknya ke Indonesia. Ia mengatakan, seluruh calon investor itu berasal dari luar negeri dan seluruhnya bergerak di sektor tekstil.
“Mereka akan relokasi karena kebanyakan kan mereka sebelumnya kan investasinya di China,” kata Airlangga saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Airlangga mengatakan, minat itu disampaikan 15 calon investor ke Indonesia karena saat ini tengah tren strategi bisnis China Plus One. Strategi itu digunakan oleh perusahaan China untuk mendiversifikasi bisnisnya ke negara lain.