Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si. saat memberikan pidato kunci pada seminar bertajuk “Pengelolaan Komunikasi Krisis Dan Edukasi Penanganan Judi Online” di Jakarta, Rabu (11/12/2024). ANTARA/ Ganet
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si. mengingatkan pemberantasan judi daring (online/judol) dari bumi Indonesia harus bisa dituntaskan melalui kebijakan serius.
“Saya melihat pemberantasan judi ‘online’ sudah serius dari atas. Mulai dari Presiden, Kapolri dan Panglima TNI termasuk Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI Meutya Hafid dengan menindak oknum pelindung,” kata Ma’mun Murod saat menjadi pembicara kunci seminar “Pengelolaan Komunikasi Krisis Dan Edukasi Penanganan Judi Online” yang diselenggarakan Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMJ di Jakarta, Rabu.
Menurut Ma’mun, masyarakat tentu mengetahui kalau judi merupakan perbuatan yang dilarang di dalam agama namun banyak yang menjadi korban karena sudah telanjur kecanduan.
Oleh karena itu, katanya, pendekatannya harus melalui pemahaman bahwasanya tidak ada praktik judi yang menjadi kaya.
Mereka yang sudah terjebak judol harus dibukakan pemahamannya bahwa yang menjadi kaya hanya bandarnya sedangkan pemain meski menang tidak bakal kaya, ucap dia.
Ma’mun meminta agar negara terlibat langsung dalam pemberantasan judol karena mereka yang yang terpapar mayoritas karena tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan terhadap praktik tersebut.
“Mereka yang terpapar judol umumnya mengalami gangguan mental dan fisik karena harus melototi komputer dan gawai secara terus menerus,” ucap dia.
Pelaku judol biasanya juga mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial dan kemasyarakatan. Bahkan studi, memperlihatkan perceraian yang terjadi dewasa ini akibat faktor ekonomi yang salah satunya adalah akibat judol.
Sehingga kalau ada kebijakan untuk memberikan santunan kepada korban sebaiknya diberikan kepada keluarganya, ucapnya.
Darurat nasional
Sedangkan Dekan FISIP UMJ Evi Satispi menyebut persoalan judol sudah darurat nasional.
Menurut dia, Indonesia termasuk yang terlambat karena korbannya sudah banyak meski sudah ada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Perkembangan arus digital global yang demikian pesat termasuk judol, hendaknya sudah bisa diantisipasi sejak awal.
Evi melihat lemahnya manajemen risiko pada kebijakan publik membuat masih banyak masyarakat menjadi korban judol.
Menurut dia, seharusnya regulasi yang sudah ada tersebut dibarengi dengan penyampaian pesan kepada masyarakat dengan melibatkan pemangku kepentingan.
Evi melihat banyak yang menjadi korban judol kalangan menengah bawah sehingga perlu ditingkatkan pemahaman kepada masyarakat dengan melibatkan pemerintah, penegak hukum, hingga kalangan akademisi.