Arsip foto – Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Robert Indarto mendengarkan keterangan saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/10/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/nym.
Pengacara terdakwa kasus timah Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto, Handika Honggowongso, mengatakan bahwa tuntutan hukuman 14 tahun penjara kepada kliennya adalah berlebihan.
Dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu, ia mengatakan bahwa ketika PT Timah Tbk. bekerja sama dengan lima smelter pada tahun 2018, perusahaan tersebut sudah berstatus swasta nasional dan bukan BUMN sehingga sama sekali tidak ada kerugian negara dalam kasus tersebut.
“Terlebih dalam tiga tahun kerja sama dengan lima smelter tersebut, PT Timah Tbk. mendapat pemasukan sebesar Rp16,7 triliun dari penjualan balok timah sebanyak 63,7 ribu ton yang dihasilkan lima smelter. Sedangkan ongkos yg dikeluarkan PT Timah terkait kerja sama dengan lima smelter itu Rp14,2 triliun dan bayar pajak dan royalti ke negara sebesar Rp1,2 triliun. Artinya PT Timah masih untung sekitar Rp1,1 triliun. Dengan perhitungan seperti itu, di mana ruginya PT Timah? Tapi semua fakta itu dikesampingkan jaksa penuntut umum (JPU),” tuturnya.
Handika juga menanggapi uang pengganti yang dibebankan kepada Robert Indarto sebesar Rp1,9 triliun.
Menurutnya, pembebanan uang pengganti itu salah kaprah dan melanggar Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi karena sebanyak Rp1,6 triliun dari jumlah tersebut digunakan untuk membayar biji timah ke para penambang yang ditunjuk PT Timah Tbk., dan tidak dikelola Robert.
“Lalu, timahnya disetorkan ke PT Timah sebanyak 16,7 ribu ton. Itu nyata dan tidak fiktif. Jadi, uang itu sebenarnya tidak dinikmati oleh Robert Indarto,” katanya.