Kepala Centre of Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Abra El Talattov menyoroti dominasi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi dalam penjualan di SPBU Pertamina. Terutama untuk produk BBM jenis Pertalite dan Bio Solar.
Menurut Abra, berdasarkan data, penjualan Pertalite menguasai lebih dari 80% pasar gasoline, sedangkan Bio Solar menguasai lebih dari 90% dari penjualan gasoil. Adapun, dominasi BBM bersubsidi ini memunculkan beberapa masalah penting.
“Jadi memang selama ini Pertamina sendiri sangat mengandalkan penjualan dari BBM bersubsidi ada beberapa permasalahan yang terjadi terkait dengan fenomena ini,” kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Kamis (26/9/2024).
Pertama, yakni beban keuangan bagi Pertamina, terutama terkait dengan kompensasi dari pemerintah. Menurutnya terdapat jeda waktu dalam pemberian kompensasi yang dapat berdampak pada arus kas perusahaan.
Kedua, adalah disparitas harga antara BBM subsidi dan non subsidi, yang memicu peralihan konsumen dari BBM non-subsidi ke subsidi, memperbesar beban finansial pemerintah.
“Karena ada risiko terjadinya migrasi dari konsumen BBM non-subsidi ke BBM subsidi karena masih terus terjadi mekanisme subsidi terbuka,” ujarnya.
Abra menyadari, pemerintah sejak 2020 hingga 2021 telah melakukan kajian untuk menetapkan kriteria masyarakat penerima BBM subsidi. Bahkan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) juga telah menetapkan kriteria-kriteria masyarakat yang berhak menerima BBM subsidi ini.
Misalnya seperti petani, nelayan, dan kelompok berpenghasilan 40% terbawah. Adapun, kajian INDEF pada tahun 2023 mengungkapkan bahwa ketidaktepatan penyaluran untuk solar bersubsidi mencapai 96%, sedangkan untuk Pertalite 78%.
“Jadi sebetulnya fakta dan data baik yang dikeluarkan oleh BPS maupun dari Pertamina sendiri sangat jelas menunjukkan ketidaktepatan sasaran penyaluran BBM bersubsidi ini jadi sekarang solusinya adalah bagaimana keberanian dan kemauan dari Presiden Jokowi untuk mengeksekusi (pengetatan),” kata dia.