Harga batu bara sepanjang 2024 bergerak loyo akibat degradasi ke energi terbarukan yang membuat prospek laju permintaan melambat.
Merujuk data Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle mengakhiri 2024 di posisi US$ 127 per ton. Dalam sehari pada perdagangan Selasa lalu (31/12/2024), harga komoditas energi fosil ini menguat 0,87%.
Apresiasi tersebut kemudian menutup pergerakan minggu terakhir Desember dengan lonjakan 1,60%, setelah sebelumnya terjerembab di zona merah sembilan pekan beruntun.
Meski begitu, dalam setahun harga batu bara masih dalam tren turun dengan penyusutan 7,27%.
Penyusutan harga batu bara menyusul prediksi Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) yang menyebutkan melambatnya laju pertumbuhan permintaan batu bara di 2024
IEA melaporkan bahwa permintaan batu bara global diperkirakan akan mencapai level tertinggi pada 2024. Dalam laporan terbarunya yang berjudul “Coal 2024: Analysis and Forecast for 2024” IEA memproyeksikan konsumsi batu bara global akan mencatatkan rekor baru, meningkat menjadi 877 juta ton.
Laporan tersebut mencatat meskipun permintaan batu bara global mengalami kenaikan sebesar 1% pada 2023. Namun, laju pertumbuhan permintaan batu bara mengalami perlambatan pada 2024 jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Melihat secara historis, pada 2021 permintaan batu bara melonjak 7,7% setelah pulih dari pandemi Covid-19. Setahun kemudian, tingkat pertumbuhannya melandai jadi 4,7% pada 2022 dan 2,4% pada 2023.
Kemudian pada 2024, EIA memperkirakan pembangkit listrik berbasis batu bara diperkirakan akan mencetak rekor baru dengan menghasilkan 10.700 terawatt-jam secara global.
Energi batu bara secara global pada 2024 masih menjadi penyumbang pembangkit listrik terbesar. Meski begitu, adopsi energi terbarukan yang semakin meningkat secara bertahap akan terus menggerus ketergantungan pada batu bara untuk produksi listrik.
Laju permintaan batu bara masih akan berkurang, terutama dari Amerika Seriakt (AS) dan Uni Eropa. EIA memproyeksikan pada 2024, permintaan dari Uni Eropa turun 12%, sementara AS turun 5%.
Sebaliknya, untuk China sebagai negara konsumen batu bara terbesar dunia, diperkirakan masih akan mendorong permintaan global, dengan potensi peningkatan permintaan 1% pada 2024, mencapai 490 juta ton.
Kemudian, disusul India dengan perkiraan kenaikan permintaan 5% menjadi 130 juta ton.
EIA memproyeksikan permintaan batu bara global dapat stabil di sekitar level tahun 2024, dengan proyeksi konsumsi batu bara mencapai 887 juta ton pada 2027. Hal ini menunjukkan pengaruh energi terbarukan yang semakin berkembang, terutama di China yang saat ini tengah memperluas infrastruktur tenaga surya, angin, dan pengembangan nuklir.