Sudah berhari-hari pasukan TNI pimpinan Letkol Alex Kawilarang menjelajahi hutan di kawasan Bogor. Mereka membelah lebatnya hutan demi menjalani perintah atasan, yakni menemukan senjata bekas yang disembunyikan tentara Jepang.
Nantinya, senjata itu bakal digunakan kembali untuk membantu pasukan TNI di medan pertempuran melawan Belanda pada pertengahan 1946. Meski begitu, pencarian tak mudah. Pasalnya, Kawilarang dan pasukan hanya diberi satu petunjuk: cari gundukan tanah bekas galian.
Menurut pimpinan, Jepang menyembunyikan senjata di bawah tanah. Maka, setiap ada gundukan tanah, pasukan TNI yang dibantu warga sipil langsung menggalinya. Sayang saat menggali, pasukan sering kena prank.
Bukan senjata yang ditemukan, tapi bom. Bom itu seketika meledak saat disentuh mata cangkul hingga melukai para penggali. Saat ini terjadi, tentu saja langkah Kawilarang makin tidak mudah. Bisa-bisa orang yang membantu tewas semua terkena bom perangkap Jepang.
“Maka, saya menganjurkan mereka supaya hati-hati,” ungkap Kawilarang dalam biografinya A.E Kawilarang: Untuk Sang Merah Putih (1988).
Hingga akhirnya, pada suatu hari, pasukan TNI menemukan gundukan tanah lagi di tengah-tengah perkebunan lebat. Ukurannya lebih besar. Kali ini, penggalian dipimpin Sersan Mayor Sidik yang dibantu warga lokal. Semuanya mengarahkan mata cangkul dengan sangat hati-hati.
Namun, saat mencapai kedalaman satu meter, mata cangkul yang mencabik tanah tiba-tiba menyentuh benda keras. Semua langsung berhenti dan melompat. Mereka mengira itu bom! Beruntung, perkiraan salah. Tidak ada ledakan.
Penggalian pun dilanjutkan hingga akhirnya tim menemukan guci besar berisi lusinan kaus kaki. Setelah dibuka, para penggali langsung terperanjat saat melihat benda berkilau keluar dari kaus kaki. Ternyata itu bukan kaus kaki biasa.
“Isinya emas permata dan berlian yang sudah dicongkel-congkel. Bagus-bagus. Gemerlapan,” tutur Kawilarang.
Setelah dihitung, temuan di guci mencapai 11 Kg yang terdiri dari 7 Kg emas dan 4 Kg berlian permata. Jika dikonversikan ke zaman sekarang dengan asumsi 1 gram emas seharga Rp1 juta, maka total untuk emasnya saja mencapai Rp7 miliar. Belum menghitung harga berlian. Jika ditotal, maka sangat fantastis pada zamannya.
Sersan Mayor Sidik untung tak gelap mata. Dia langsung menyerahkan temuannya ke Letkol Kawilarang. Mendapati pasukannya bukan menemukan senjata tapi malah harta karun, Kawilarang langsung menjaga ketat di kamar pribadi. Dia tahu banyak orang ingin mengambil sedikit harta karun.
Benar saja, orang tak berkepentingan merujuk rayu Kawilarang untuk memberi sedikit harta. Bahkan, ada yang nekat masuk ke kamar dan memegang harta karun tersebut.
Untungnya, pencurian tak terjadi meski sempat membuat Kawilarang naik darah.
Situasi tegang membuat Kawilarang bertindak cepat dan ingin segera menyerahkan emas dan berlian tersebut. Dia lantas mengontak residen Bogor dan diarahkan untuk dikirim langsung ke pemerintah pusat.
Singkat cerita, guci berisi emas dan berlian diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri di Purwokerto. Mobilisasi harta dilakukan dengan pengawalan ketat. Sebab, lagi-lagi, banyak orang ingin mengutilnya. Beruntung, seluruh harta karun bisa diterima pemerintah dan digunakan untuk kepentingan kemerdekaan.